BOGOR, (PRLM).- Produksi daging sapi serta aktivitas pemotongan hewan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tidak terganggu dengan pembatasan impor sapi dari Australia. Sebab, sejak tahun 2011 ini, RPH tidak lagi menerima sapi impor dari negara manapun karena sejumlah alasan. Bahkan, pasokan daging sapi di wilayah Kota Bogor pun hanya dipenuhi dari sapi lokal yang ada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Hal ini disampaikan Staf Pelaksana dan Juru Periksa RPH Bubulak, Setiawan, Selasa (7/6). Menurut dia, harga sapi impor yang lebih mahal serta kualitasnya yang sering diragukan oleh masyarakat menjadi pertimbangan pihaknya tidak lagi menerima sapi impor dari Australia. "Sudah sejak tahun 2011 ini, sapi yang dipotong di RPH Bubulak merupakan sapi lokal dan tidak ada sapi impor," kata Setiawan. Namun, dia tidak menampik jika ada beberapa sapi yang merupakan persilangan dari sapi luar, seperti Brahman dengan beberapa jenis sapi lokal. Namun semuanya menggunakan teknologi kawin suntik atau embrio transfer yang dilakukan di Balai Embrio Ternak Cipelang, Kab. Bogor.
Pembatasan impor sapi ini, lanjut Setiawan seharusnya menjadi salah satu motivasi bagi peternak sapi untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di daerahnya. "Kota Bogor karena tidak ada lahannya maka mengandalkan sapi dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, untuk daerah lain yang lahannya masih luas tentunya pembatasan ini bisa menjadi peluang bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di wilayahnya," lanjut Setiawan. Pihaknya juga merasa beruntung karena sudah hampir setengah tahun tidak tergantung pada sapi pasokan impor. Meskipun, jika pihaknya masih menerima sapi impor pun pasokan daging sapi masih akan stabil. Sebab, jumlah kebutuhan daging sapi di wilayah Kota Bogor masih relatif sedikit dibandingkan wilayah lain seperti Kab. Bogor.
Saat ini, pihaknya hanya menerima sapi dari daerah Pati dan sedikit dari Boyolali. Diakui Setiawan, pihaknya sangat selektif dalam memilih sapi yang akan dipotong di RPH. Sebab, semuanya harus berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh RPH yang telah mendapatkan ISO 9001-2008. Untuk itu, sapi dari daerah yang sempat menjadi endemik penyakit anthraks pun ditolak oleh RPH. oleh karena itu, pihaknya memilih pasokan sapi dari daerah lain di Jawa Timur dan Tengah dibandingkan beberapa daerah di Kab. Bogor yang sempat dinyatakan sebagai endemik anthraks.
Pihaknya juga menjamin pemotongan hewan di RPH tersebut telah sesuai dengan standar. "Enggak ada yang sampai disakiti sebelum disembelih. Semuanya telah sesuai standar. Terlebih, RPH ini menjadi percontohan untuk 420 RPH se-Indonesia," tutur Setiawan.
RPH ini mempunyai kuota cukup besar yakni hingga 60 sapi per hari dengan jumlah sapi yang disembelih per hari mencapai 35 sampai 40 ekor sapi. Sementara, kebutuhan daging sapi di wilayah Kota Bogor masih berada di bawah jumlah itu. "Paling hanya sekitar 20 hingga 30 sapi per hari kebutuhannya. Selebihnya dipasok ke beberapa pasar yang ada di Jakarta," lanjut Setiawan.
Sementara itu harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional yang ada di Kota Bogor juga masih stabil karena pasokan daging sapi berasal dari sapi lokal, terutama daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Pasar Anyar misalnya, harga daging sapi per kilonya masih berkisar pada angka Rp 60.000. "Masih stabil. Pasokan juga tidak berkurang, semuanya lancar," kata salah seorang pedagang sapi, Udin (45). Menurut Udin, daging sapi yang dijual di sejumlah pasar di wilayah Kota Bogor sebagian besar berasal dari Pati serta sejumlah wilayah lainnya di Jawa Tengah. (A-155/A-147)***
Sumber Artikel: http://m.pikiran-rakyat.com/
0 komentar:
Posting Komentar